DINAMIKA PERWUJUDAN
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
DAN PANDANGAN HIDUP
BANGSA
A. PENERAPAN PANCASILA DARI MASA KE MASA
Perwujudan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara telah
dilaksanakan sejak masa awal kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, dan masa Reformasi
sampai sekarang.
1. MASA AWAL KEMERDEKAAN (1945-1959)
Pada periode ini, penerapan Pancasila sebagai dasar negara dan
pandangan hidup menghadapi berbagai masalah. Ada upaya-upaya untuk mengganti
Pancasila sebagai dasar negara dan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila.
Upaya-upaya tersebut, di antaranya sebagai berikut.
a.
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun pada tanggal 18 September 1948. Pemberontakan ini dipimpin oleh
Muso. Tujuan utamanya adalah mendirikan Negara Soviet Indonesia yang
berideologi komunis. Dengan kata lain, pemberontakan tersebut akan mengganti
Pancasila dengan paham komunis. Pemberontakan ini pada akhirnya dapat
digagalkan.
b. Pemberontakan Darul
Islam/Tentara Islam Indonesia dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo.
Pemberontakan ini ditandai dengan didirikannya Negara Islam Indonesia (NII)
oleh Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1949. Tujuan utama didirikannya NII
adalah untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan syari’at Islam.
Tetapi, gerakannya bertentangan dengan ajaran Islam sebenarnya.
c. Pemberontakan Republik
Maluku Selatan (RMS). Republik Maluku Selatan (RMS) merupakan sebuah
gerakan separatisme dipimpin oleh Christian Robert Steven Soumokil, bertujuan
untuk membentuk negara sendiri, yang didirikan tanggal 25 April 1950.
Pulau-pulau terbesarnya adalah Seram, Ambon, dan Buru. RMS di Ambon dikalahkan
oleh militer Indonesia pada bulan November 1950, tetapi konflik di Seram masih
berlanjut sampai Desember 1963.
d. Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI) atau Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang
dipimpin oleh Sjarifuddin Prawiranegara dan Ventje Sumual tahun 1957-1958 di
Sumatra dan Sulawesi. Gerakan ini merupakan bentuk koreksi untuk pemerintahan
pusat pada waktu itu yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Soekarno pada saat
itu sudah tidak bisa lagi diberikan nasihat dalam menjalankan pemerintahan
sehingga terjadi ketimpangan sosial. Pemerintah pusat dianggap telah melanggar
undang-undang, pemerintahan yang sentralistis, sehingga pembangunan di daerah
menjadi terabaikan, dan menimbulkan ketidakadilan dalam pembangunan.
e. APRA
(Angkatan Perang Ratu Adil). Angkatan Perang Ratu Adil merupakan milisi
yang didirikan oleh Kapten KNIL Raymond Westerling pada tanggal 15 Januari
1949. Westerling memandang dirinya sebagai sang “Ratu Adil” yang diramalkan
akan membebaskan rakyat Indonesia dari tirani. Westerling bersekongkol dengan
Sultan Hamid II, berusaha mempertahankan negara federasi yang dibentuk Belanda
untuk melawan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dipimpin oleh
Soekarno-Hatta.
f. Perubahan
bentuk negara dari Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan Republik
Indonesia, sedangkan konstitusi yang berlaku adalah Undang-Undang Dasar
Sementara 1950. Dalam perjalanannya berhasil melaksanakan pemilu pertama di
Indonesia pada tahun 1955 yang selama itu dianggap paling demokratis. Tetapi
anggota Konstituante hasil pemilu tidak dapat menyusun Undang-Undang Dasar
seperti yang diharapkan. Hal ini menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan
keamanan, yang menyebabkan Pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959.
2. MASA ORDE LAMA (1959-1966)
Beberapa penyimpangan
terhadap Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 pada masa Orde Lama, di antaranya
sebagai berikut.
a.
Presiden Soekarno ditetapkan sebagai Presiden seumur hidup berdasarkan TAP MPRS
No. XX/1963, yang menyebabkan kekuasaan presiden semakin besar dan tidak
terbatas.
b.
Presiden mengeluarkan penetapan Presiden No. 3/1960 tanggal 5 Maret 1960 yang
membubarkan DPR hasil Pemilu 1955.
c. Presiden membentuk MPRS yang
anggota-anggotanya terdiri atas anggota DPR-GR, utusan daerah, dan utusan
golongan yang semuanya diangkat serta diberhentikan oleh presiden.
Pada periode ini, terjadi
Pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 yang dipimpin oleh D.N Aidit.
Tujuan pemberontakan ini adalah menjadikan negara Indonesia sebagai negara
komunis yang berkiblat ke negara Uni Soviet serta mengganti Pancasila dengan
paham komunis.
3.
MASA
ORDE BARU
Era baru dalam pemerintahan,
dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat, yaitu antara tahun
1966-1968, ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik
Indonesia. Era tersebut kemudian dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep
Demokrasi Pancasila. Visi utama pemerintahan Orde Baru ini adalah untuk
melaksanakan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 secara murni dan konsekuen dalam
setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan visi tersebut, Orde Baru
memberikan secercah harapan bagi rakyat Indonesia, terutama yang berkaitan
dengan perubahan-perubahan politik, dari yang bersifat otoriter pada masa
demokrasi terpimpin di bawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis.
Pada masa ini juga Lembaga Kepresidenan merupakan
pengontrol utama lembaga negara lainnya, baik yang bersifat suprastruktur (DPR,
MPR, DPA, BPK, dan MA) maupun yang bersifat infrastruktur (LSM, Partai Politik,
dan sebagainya). Pada masa ini pula kebebasan berpolitik dibatasi dengan jumlah
partai politik yang terbatas pada tiga partai saja, yaitu Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia
(PDI). Dibatasinya kebebasan pers dan kebebasan berpendapat, terbukti dengan
banyaknya kasus dibredelnya beberapa surat kabar atau majalah hingga dicabut
surat izin penerbitannya dengan alasan telah memberitakan peristiwa yang
bertentangan dengan kebijakan pemerintah. Beberapa aktivis politik yang
menyuarakan aspirasinya dalam mengkritik kebijakan pemerintah, beberapa lama
kemudian diberitakan hilang atau ditangkap. Munculnya beberapa peristiwa
pelanggaran hak asasi manusia, seperti kasus Tanjung Priok, kasus Marsinah,
kasus wartawan Udin dari Harian Bernas Yogyakarta, dan lain-lain. Dari uraian
di atas, kita bisa menggambarkan bahwa perwujudan nilai-nilai Pancasila secara
murni dan konsekuen dalam kehidupan bernegara selalu mengalami pasang surut.
4.
MASA REFORMASI (1998 – SEKARANG)
Pada masa Reformasi, penerapan Pancasila sebagai dasar negara
terus menghadapi berbagai tantangan. Penerapan Pancasila tidak lagi dihadapkan
pada ancaman pemberontakan-pemberontakan yang ingin mengganti Pancasila dengan
ideologi lain. Akan tetapi, lebih dihadapkan pada kondisi kehidupan masyarakat
yang diwarnai oleh kehidupan yang serba bebas. Kebebasan yang mewarnai
kehidupan masyarakat Indonesia saat ini, meliputi berbagai macam bentuk, mulai
dari kebebasan berbicara, berorganisasi, berekspresi, dan sebagainya. Kebebasan
tersebut, di satu sisi dapat memacu kreativitas masyarakat, tapi di sisi lain
juga bisa mendatangkan dampak negatif yang merugikan bangsa Indonesia sendiri.
Terdapat beberapa hal negatif yang timbul
sebagai akibat penerapan konsep kebebasan yang tanpa batas, seperti munculnya
pergaulan bebas, pola komunikasi yang tidak beretika, peredaran narkoba dan
minuman keras, aksi anarkisme, serta vandalisme sehingga memicu terjadinya
perpecahan, dan penurunan moral. Tantangan lain dalam penerapan Pancasila di
era Reformasi adalah menurunnya rasa persatuan dan kesatuan di antara sesama
warga bangsa saat ini. Hal ini ditandai dengan adanya konflik di beberapa
daerah, tawuran antar pelajar, serta tindak kekerasan yang dijadikan sebagai
alat untuk menyelesaikan permasalahan. Peristiwa-peristiwa tersebut, dapat
menimbulkan konflik antarwarga dalam kehidupan masyarakat. Seolah-olah, wawasan
kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan
kerukunan, telah berkurang dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Kewaspadaan
dan kesiapan, harus kita tingkatkan untuk menanggulangi penyusupan ideologi
lain yang tidak sesuai dengan Pancasila. Hal ini lebih penting artinya, karena
sebagian besar bangsa kita termasuk masyarakat berkembang. Cita-cita bangsa dan
negara Indonesia dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, harus selalu
menjadi semangat untuk mencapainya. Maka diperlukan komitmen bersama seluruh
rakyat Indonesia untuk mempertahankan serta melestarikan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari di segala aspek kehidupan.
B. DINAMIKA NILAI-NILAI PANCASILA SESUAI
DENGAN PERKEMBANGAN ZAMAN
Diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup
bangsa membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila dijadikan landasan
pokok, landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Nilai dasar
Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai
kerakyatan, dan nilai keadilan. Nilai-nilai dasar Pancasila dapat menyesuaikan
diri dengan perkembangan zaman. Nilai-nilai tersebut tetap dapat diterapkan
dalam berbagai kehidupan bangsa dari masa ke masa. Hal tersebut dikarenakan
Pancasila merupakan ideologi yang bersifat terbuka.
1. HAKIKAT IDEOLOGI TERBUKA
Sebagai
ideologi negara, Pancasila merupakan gagasan-gagasan atau ide-ide yang
dijadikan sebagai pedoman atau arah dalam mencapai cita-cita bangsa. Setiap
bangsa memiliki ideologi yang berbeda sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam
kehidupan bangsa. Maka dari itu, Pancasila sebagai ideologi negara merupakan
ciri khas atau identitas bangsa Indonesia yang perlu dipertahankan dan terus
dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan arah dan tujuan yang diwujudkan
dalam sikap dan perilaku bangsa Indonesia. Jika Pancasila tidak diwujudkan atau
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh bangsa Indonesia, maka bangsa
Indonesia akan kehilangan jati dirinya.
Sebagai suatu sistem pemikiran, ideologi sangatlah wajar jika
mengambil sumber dari pandangan dan falsafah hidup bangsa. Hal tersebut akan
membuat ideologi tersebut berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
kecerdasan kehidupan bangsa. Artinya, ideologi tersebut bersifat terbuka dengan
senantiasa mendorong terjadinya perkembangan pemikiran baru tentang ideologi
tersebut, tanpa harus kehilangan jati dirinya. Kondisi ini akan berbeda sama
sekali, jika ideologi tersebut berakar pada nilai-nilai yang berasal dari luar
bangsanya atau pemikiran perseorangan. Dengan kata lain, ideologi tersebut
bersifat tertutup.
Ciri khas ideologi terbuka adalah nilai-nilai dan cita-citanya
tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani,
moral, dan budaya masyarakat itu sendiri. Dasarnya dari konsensus masyarakat,
tidak diciptakan oleh negara, melainkan ditemukan dalam masyarakat sendiri.
Ideologi terbuka mempunyai banyak sekali keunggulan dibandingkan dengan
ideologi tertutup.
2. KEDUDUKAN PANCASILA SEBAGAI
IDEOLOGI TERBUKA
Pancasila berakar pada
pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa sehingga memenuhi prasyarat menjadi
ideologi yang terbuka. Keterbukaan Pancasila, mengandung pengertian bahwa
Pancasila senantiasa mampu berinteraksi secara dinamis. Nilai-nilai Pancasila
tidak berubah, namun pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan
nyata yang kita hadapi dalam setiap waktu. Hal ini dimaksudkan untuk menegaskan
bahwa ideologi Pancasila bersifat aktual, dinamis, antisipatif, serta
senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan,
teknologi, serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.
Keterbukaan ideologi
Pancasila harus selalu memperhatikan:
a.
stabilitas nasional yang dinamis;
b. larangan untuk memasukan pemikiran-pemikiran yang mengandung
nilai-nilai ideologi marxisme, leninisme dan komunisme;
c.
mencegah berkembangnya paham liberal;
d.
larangan terhadap pandangan ekstrim yang menggelisahkan kehidupan
masyarakat;
e.
penciptaan norma yang harus
melalui kesepakatan.
Berdasarkan uraian di atas, keterbukaan ideologi Pancasila
mengandung nilai-nilai sebagai berikut.
a. Nilai
dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa;
kemanusiaan yang adil dan beradab; persatuan Indonesia; kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan; keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai dasar tersebut, bersifat
universal sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai
yang baik dan benar. Nilai dasar ini bersifat tetap dan melekat pada
kelangsungan hidup negara.
Adapun perwujudan nilai dasar Pancasila
sebagai ideologi terbuka tersebut adalah sebagai berikut.
1) Nilai ketuhanan dalam Pancasila, sebagai ideologi terbuka merupakan
bentuk hubungan warga negara Indonesia sebagai insan pribadi atau makhluk
individu dengan Tuhan Yang Maha Esa pencipta alam semesta. Bangsa Indonesia
sebagai bangsa yang religius atau bangsa yang beragama memiliki keyakinan dan
kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut dibuktikan dengan
pemelukan salah satu agama yang diakui negara atau menganut aliran kepercayaan
tertentu terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2)
Nilai kemanusiaan dalam Pancasila, diwujudkan dalam bentuk hubungan warga
negara Indonesia dengan sesama manusia sebagai insan sosial. Manusia tidak
dapat hidup sendiri senantiasa hidup saling membutuhkan. Oleh karena itu, harus
dijalin sikap kekeluargaan dan tolong menolong antarsesama manusia tanpa
membedakan suku bangsa, agama, ras, antargolongan, maupun antarbangsa.
3) Nilai persatuan dalam Pancasila, diwujudkan dalam bentuk hubungan warga
negara Indonesia dengan bangsa dan negaranya sebagai insan politik. Setiap
warga negara, terikat oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara
tersebut. Oleh karena itu setiap warga negara dituntut untuk menaati peraturan
itu sebagai wujud rasa cinta tanah air, mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi dan golongannya.
4) Nilai kerakyatan dalam Pancasila, diwujudkan dalam bentuk hubungan warga
negara Indonesia dengan kekuasaan dan pemerintahan sebagai pemegang kedaulatan
rakyat. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam
pemerintahan.
5) Nilai keadilan dalam Pancasila, diwujudkan dalam hubungan warga negara Indonesia dengan kesejahteraan
serta keadilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Setiap
warga negara, dituntut untuk meningkatkan taraf hidupnya yang lebih baik dengan
berusaha dan bekerja keras, menerapkan pola hidup sederhana, berlaku adil,
serta menghargai karya orang lain.
b. Nilai
instrumental, ini sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar ideologi
Pancasila berupa peraturan perundangan dan lembaga pelaksanaannya. Misalnya;
UUD, ketetapan MPR, UU, serta peraturan perundang-undangan lainnya. Dapat
disesuaikan dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat berdasarkan
nilai-nilai Pancasila.
c. Nilai praksis, merupakan realisasi dari
nilai-nilai instrumental berupa suatu pengalaman nyata dalam kehidupan
sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam realisasi
praksis inilah, penjabaran nilai-nilai Pancasila senantiasa berkembang dan
selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan (reformasi) sesuai dengan
perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat, sehingga Pancasila merupakan
ideologi terbuka.
Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural
memiliki tiga dimensi. Adapun ketiga dimensi Pancasila tersebut, diantaranya
sebagai berikut.
a. Dimensi idealisme
Dimensi ini menekankan bahwa nilai-nilai dasar yang
terkandung dalam Pancasila yang bersifat sistematis, rasional, dan menyeluruh
itu, pada hakikatnya bersumber pada filsafat Pancasila. Hal tersebut karena
setiap ideologi, bersumber pada suatu nilai-nilai filosofis atau sistem
filsafat. Dimensi idealisme yang terkandung dalam Pancasila, mampu memberikan
harapan, optimisme, serta memberikan motivasi pendukungnya untuk berupaya
mewujudkan cita-citanya. Ideologi mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam
berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sehingga
masyarakat atau bangsa dapat mengetahui ke arah mana mereka ingin membangun
kehidupan bersama.
b. Dimensi normatif
Dimensi ini mengandung pengertian bahwa nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila, perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma.
Artinya, Pancasila terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan tertib hukum tertinggi dalam
Negara Republik Indonesia serta merupakan staatsfundamentalnorm (pokok
kaidah negara yang fundamental). Dengan kata lain, agar Pancasila mampu
dijabarkan ke dalam langkah-langkah yang bersifat operasional, maka perlu
memiliki norma atau aturan hukum yang jelas.
c. Dimensi realitas
Dimensi ini mengandung makna bahwa suatu ideologi harus mampu mencerminkan
realitas kehidupan yang berkembang dalam masyarakat. Pancasila memiliki
keluwesan yang memungkinkan adanya pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang
relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat yang
terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.
C. PERWUJUDAN NILAI-NILAI PANCASILA DALAM
BERBAGAI KEHIDUPAN
Perkembangan bidang politik, meliputi persoalan
lembaga negara, hak asasi manusia, demokrasi, dan hukum. Pembangunan negara
Indonesia sebagai negara modern, salah satunya adalah membangun sistem
pemerintahan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Lembaga negara dikembangkan
sesuai dengan kemajuan dan kebutuhan masyarakat dan negara. Pengembangan
lembaga negara, dapat dilakukan berdasarkan pada lembaga yang sudah ada dalam
masyarakat, menciptakan lembaga baru, atau mencontoh lembaga negara dari negara
lain. Adapun lembaga negara baru sesuai dengan amandemen UUD NRI Tahun 1945
adalah DPD, MK, dan KY. Lembaga baru ini, haruslah sesuai dengan sistem
pemerintahan yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Bangsa Indonesia menghargai hak asasi manusia sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila, bukan hak asasi manusia yang mengutamakan
kebebasan individu atau mengutamakan kewajiban tanpa menghargai hak individu.
Namun, hak asasi manusia yang menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Hak asasi manusia yang dijiwai oleh nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan
yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Demokrasi yang negara kita kembangkan
adalah demokrasi Pancasila. Suatu sistem demokrasi yang tumbuh dari tradisi
nilai-nilai budaya bangsa. Demokrasi yang mengutamakan musyawarah mufakat dan
kekeluargaan. Demokrasi yang tidak berdasarkan dominasi mayoritas maupun tirani
minoritas. Sistem yang mengutamakan kekeluargaan, bukan sistem oposisi yang
saling menjatuhkan serta mengutamakan kepentingan individu dan golongan. Sistem
pemilihan umum dalam demokrasi merupakan salah satu contoh perwujudan yang
demokratis yang dikembangkan di Indonesia. Pemilihan umum untuk memilih
pemimpin, sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sejak dahulu.
Bentuk ini dapat dikembangkan dengan menerima cara pemilihan umum di negara
lain, seperti partai politik, kampanye, dan sebagainya. Namun, pemilihan umum
yang terjadi harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
2.
PERWUJUDAN NILAI-NILAI PANCASILA DALAM BIDANG EKONOMI
Sistem perekonomian yang dikembangkan adalah sistem
ekonomi yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Landasan operasional sistem
ekonomi yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila ditegaskan dalam UUD Negara
Republik Indonesia Tahun1945 Pasal 33, yang menyatakan beberapa hal berikut.
a.
Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
b.
Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak,
dikuasai oleh negara.
c. Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
d. Perekonomian nasional, diselenggarakan
berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
3. PERWUJUDAN NILAI-NILAI PANCASILA DALAM BIDANG SOSIAL BUDAYA
Tujuan pembangunan nasional adalah terwujudnya
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kita menghendaki terwujudnya
masyarakat yang berdasarkan Pancasila. Masyarakat di sekitar kita, selalu
mengalami perubahan sosial dan budaya. Agar perubahan tersebut tetap terarah
pada terwujudnya masyarakat berdasarkan Pancasila, sistem nilai sosial dan
budaya dalam masyarakat dikembangkan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Sistem nilai sosial yang ada dalam
masyarakat Indonesia, terus dikembangkan agar lebih maju dan modern. Oleh
karena itu, proses modernisasi perlu terus dikembangkan. Modernisasi tidak
berarti “westernisasi”, namun lebih diartikan sebagai proses perubahan
menuju ke arah kemajuan. Nilai-nilai sosial yang sudah ada dalam masyarakat
yang sesuai dengan Pancasila, seperti kekeluargaan, musyawarah, serta gotong
royong, terus dipelihara dan diwariskan kepada generasi muda. Demikian juga
nilai-nilai sosial dari luar, seperti semangat bekerja keras, kedisiplinan, dan
sikap ilmiah, dapat diterima sesuai nilai-nilai Pancasila.
4. PERWUJUDAN NILAI-NILAI PANCASILA DALAM BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN
Pembangunan dalam bidang pertahanan dan
keamanan, secara tegas dinyatakan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Pasal 27 ayat (3) yang menyatakan bahwa pembelaan negara merupakan hak dan
kewajiban setiap warga negara. Demikian juga Pasal 30 ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Usaha pertahanan
dan keamanan negara Indonesia dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta. Dengan demikian, kedua pasal ini menegaskan perlunya
partisipasi seluruh rakyat dalam upaya bela negara serta usaha pertahanan dan
keamanan negara.
Bentuk partisipasi rakyat dalam pembelaan negara sudah
ada dalam masyarakat. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kegiatan ronda
malam atau sistem keamanan lingkungan (Siskamling) yang melibatkan masyarakat
secara bergantian. Di beberapa daerah, juga terdapat lembaga masyarakat atau
adat yang bertugas menjaga keamanan masyarakat, seperti Pecalang di Bali.
Lembaga ini dibentuk oleh dan dari masyarakat sekitar untuk menjaga keamanan
lingkungan masyarakat.
Uraian di atas, memperjelas dan
membuktikan kepada kita bahwa Pancasila mampu menampung dinamika perkembangan
masyarakat. Pancasila bukanlah ideologi tertutup, yang tidak dapat menyesuaikan
dengan perkembangan dan bersifat kaku. Keterbukaan Pancasila sebagai ideologi
merupakan salah satu keunggulan Pancasila sehingga tetap dipertahankan oleh
bangsa Indonesia. Tugas kita sebagai generasi muda, adalah untuk tetap
mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Upaya
mempertahankan Pancasila, tidak hanya dengan tetap menjadikannya sebagai dasar
negara dan tidak mengubahnya. Tetapi, yang paling utama adalah dengan menghayati
dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
0 comments:
Posting Komentar