BUKU, IKRAR
PEMUDA, DAN PERSATUAN
Oleh
Hendra Saeful Bahri
(Alumnus Mahasiswa Program Magister Pendidikan
Kewarganegaraan
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia)
Tepat
90 tahun yang lalu 28 Oktober 1928 para pemuda mengikrarkan janji yang dikenal
dengan Sumpah
Pemuda. Peristiwa
dimana beberapa pemuda, wakil organisasi seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen
Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda Kaum Betawi,
dan lain-lain berkumpul dengan tujuan untuk mempersatukan organisasi-organisasi
pemuda pergerakan dalam satu wadah. Peristiwa Sumpah Pemuda ini lahir dari
rahim para pemuda yang bertekad untuk memperkokoh semangat persatuan bangsa
Indonesia.
“Kami putra dan putri Indonesia, mengakui bertumpah
darah yang satu, tanah air Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku
berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia,
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Begitulah ikrar yang
dikumandangkan oleh Pemuda 90 Tahun silam yang dirumuskan oleh Moh. Yamin. Ikrar tersebut merupakan fondasi terpenting sebagai tonggak lahirnya rasa persatuan di jiwa pemuda.
Dalam
peristiwa Sumpah Pemuda yang bersejarah bagi bangsa Indonesia tersebut untuk
pertama kalinya diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang diciptakan
oleh W.R. Soepratman. Lagu Indonesia Raya dipublikasikan pertama kali pada
tahun 1928 pada media cetak surat kabar Sin
Po dengan mencantumkan teks yang menegaskan bahwa lagu itu adalah lagu
kebangsaan. Lagu itu sempat dilarang oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda,
namun para pemuda tetap terus menyanyikannya. Sumpah Pemuda dapat dipandang
sebagai proklamasi bangsa Indonesia dan perubahan sosial politik yang terjadi
dalam dunia ide dan pemikiran. Secara terbuka, jiwa dan roh bangsa Indonesia
ditiupkan dalam bentuk Sumpah Pemuda
Pada
masa Sumpah Pemuda tahun 1928, sentimen kesukuan dan kedaerahan dikalahkan oleh
rasa kebangsaan, mereka yang membawa nama daerah dan agama sepakat berpikir dan
bertindak sebagai satu bangsa. Demi kepentingan bangsa, mereka rela
menyampingkan kepentingan organisai kedaerahan, kesukuan dan keagamaan. Sumpah Pemuda
memiliki makna yang sangat dalam yang mampu menggerakkan seluruh bangsa
Indonesia. Makna Sumpah Pemuda ini terwujud dalam segala aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sehingga, Sumpah Pemuda ini dijadikan sebagai sebuah
titik untuk mempersatukan seluruh bangsa Indonesia.
Pemuda
merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya, hal tersebut dikarenakan
kalau kita amati bersama dari sudut pandang sejarah bangsa, maka akan tampak
jelas betapa beraninya generasi muda dalam mencetuskan gagasan-gagasan atau
pemikiran-pemikiran baru dan original untuk membangun suatu bangsa. Pemuda
juga tidak jarang tampil kedepan, mengambil inisiatif baru dan menjadi aktifis
yang dinamis dan militan, menciptakan gagasan dan ide-ide yang cemerlang bagi
masa depan bangsa Indonesia.
90
tahun sesudah Sumpah Pemuda, lantas bagaimana kondisi pemuda di era milenial
ini? Sulit dipungkiri bahwa pemuda saat ini sudah jarang untuk membaca,
mendengar, bahkan enggan untuk mempelajari dan memahami makna Sumpah Pemuda.
Ini menandakan bahwa ada degradasi di kalangan pemuda dalam memaknai Sumpah
Pemuda. Bahkan semangat persatuan sebagai point
penting dari sumpah pemuda sudah tidak diindahkan lagi oleh pemuda saat ini. Tidak
diindahkannya semangat persatuan oleh pemuda terlihat dari masih maraknya kasus
tawuran. Berdasar pada data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
bahwa pada tahun 2014 total kasus tawuran mencapai 24 persen, tahun 2015
menurun jadi 17,9 persen, dan turun lagi di tahun 2016 menjadi 12,9 persen.
Walaupun dari tahun ke tahun adanya penurunan kasus tawuran, namun hingga saat
ini kasus tawuran masih
marak terjadi. Hal tersebut sebagaimana yang dilansir dari
antaranews.com yang menyatakan bahwa KPAI mencatat terhitung sejak 23 Agustus
2018 hingga Sabtu (8/9/2018) sedikitnya telah terjadi empat kali tawuran di
wilayah berbeda yakni Permata Hijau, Kolong Tol JORR W2, Cileduk Raya wilayah Kreo
dan Cileduk Raya Wilayah Kota Tangerang. Masih banyaknya kasus tawuran di
negeri ini membuat hati merasa gelisah, mau dibawa kemana negara ini? Padahal
pemuda merupakan pemegang tongkat estapet kepemimpinan negara ini. Maju
mundurnya eksistensi suatu negara ada di tangan pemuda.
Kita
boleh mengajukan pertanyaaan: lantas hal apa yang harus dilakukan pemuda untuk
memupuk kembali semangat persatuan? Untuk memupuk kembali semangat di kalangan
pemuda sebagai core dari sumpah
pemuda, ada 3 dimensi yang harus dipahami dan diperkuat oleh pemuda yaitu rasa
kebangsaan, faham kebangsaan dan semangat kebangsaan.
Rasa
kebangsaan lahir secara alamiah pada setiap diri pemuda, hal tersebut
dikarenakan adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan
aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan
sejarah masa kini. Sudah dipastikan pada setiap diri pemuda memiliki rasa
kebangsaan.
Ketika
rasa kebangsaan pemuda sudah terpantik maka akan melahirkan faham kebangsaan,
yaitu pikiran-pikiran nasional tentang hakikat dan cita-cita kehidupan dan
perjuangan yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Rasa dan faham
kebangsaan secara bersama akan mengobarkan semangat kebangsaan yang merupakan
tekad dari seluruh masyarakat bangsa Indonesia untuk melawan semua ancaman disintegrasi
bangsa dan rela berkoban bagi kepentingan bangsa dan negara.
Wawasan membentuk orientasi, persepsi, sikap dan perilaku yang dihayati bersama
oleh seluruh rakyat, bangsa, bahwa mereka itu satu.
Semangat kebangsaan
sangat penting terkhusus bagi pemuda. Semangat
kebangsaan merupakan ujung tombak bagi bangsa Indonesia untuk bisa maju dan
modern serta tetap eksis di dunia internasional dengan suasana bangsa yang
aman, damai dan mengindahkan rasa persatuan dan kesatuan. Semangat kebangsaan
sejatinya juga dapat menjadi senjata ampuh dalam konteks kehidupan modern
terutama di tengah arus globalisasi, terutama untuk mempertahankan identitas
bangsa dari gempuran budaya asing.
Semangat kebangsaan dapat berfungsi untuk memberikan
garis yang jelas antara budaya bangsa yang sesuai dengan perikehidupan
masyarakat Indonesia dan budaya asing yang mengurangi rasa kebangsaan secara
nasional. Semangat kebangsaan dengan demikian diharapkan menjadi filter aktif
yang membentengi bangsa dari gaya hidup ala bangsa lain yang tidak sesuai
bahkan tidak konstruktif bagi pembangunan karakter bangsa.
Strategi
yang bisa dilakukan untuk memperkokoh rasa, faham, dan semangat kebangsaan di
kalangan pemuda salah satunya yaitu dengan membaca dan menggalakkan budaya diskusi buku terkhusus buku yang bertemakan kebangsaan. Mau
tidak mau, suka tidak suka pemuda saat ini harus membiasakan diri untuk membaca
buku, menukil dari pendapatnya Mialaret dalam artikel yang berjudul Reflections
on Societal Reading: The Case of Rwanda karya Pierre Canisius Ruterana (2014) bahwa membaca buku dapat berpengaruh terhadap sikap
personal, moral dan intelektual pembaca itu sendiri. Membaca adalah melawan,
kalau kita tidak mau dibodohi maka kita harus membiasakan untuk membaca. Model
membaca buku yang bisa diaplikasikan oleh pemuda masa kini yaitu (salah satunya) dengan model tadarus
buku, dimana membaca buku secara bergiliran, yang satu
mendengarkan sedangkan yang lainnya menyimak.
Buku yang bisa dibaca dan didiskusikan oleh pemuda
untuk menjiwai dan memantik semangat Sumpah Pemuda diantaranya yaitu novel "Manusia Bebas" karya Suwarsih
Djojopuspito. Novel tersebut menggambarkan sepasang suami istri yang berjuang
dan bertahan bersama dengan cita-cita yang sama yaitu mendidik masyarakat
pribumi. Novel tersebut berlatar waktu
1930an di mana masa pergerakan dan semangat kebangsaan mulai membakar jiwa
rakyat Indonesia, semangat akan rasa nasionalis ini yang menjadi tema mayor
dalam novel tersebut. Tokoh utama dalam novel tersebut yaitu Sulastri dan
Sudarmono. Secara implisit novel "Manusia Bebas" merupakan
autobiografi dari Suwarsih dan Sugondo Djojopuspito. Menjadi kegelisahan saat
ini bahwa banyak pemuda yang tidak mengenal sosok Suwarsih dan Sugondo.
Suwarsih merupakan wanita kelahiran Tanah Sunda yang berprofesi sebagai penulis
dan menikah dengan Sugondo Djojopuspito pada tahun 1933. Menukil dari
pendapatnya A. Teeuw dalam bukunya yang berjudul Modern Indonesian Literature (1986) bahwa Suwarsih tidak diragukan
lagi untuk disebut sebagai novelis terbesar karena ia mampu menulis novel
realis terbaik sebelum perang.
Sedangkan Sugondo Djojopuspito merupakan Ketua Kongres
Pemuda II Tahun 1928. Sugondo banyak berjasa dalam Kongres Pemuda II yaitu
mempersilahkan W.R. Soepratman
untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan menyetujui rumusan naskah
ikrar Sumpah Pemuda yang disusun oleh Moh. Yamin. Tidak dikenalnya sosok
Sugondo oleh pemuda saat ini bisa dikatakan bahwa Sugondo Djojopuspito
merupakan tokoh Sumpah Pemuda yang terlupakan.
Buku kedua yang bisa dibaca dan didiskusikan oleh
pemuda yaitu buku biografi Moh. Yamin yang berjudul "Muhammad Yamin:
Penggagas Indonesia yang Dihujat dan Dipuji (Seri Buku Tempo)". Buku
tersebut mengulas mengenai kehidupan Moh. Yamin sedari kecil di tanah minang,
perpindahannya ke Jawa untuk mengejar sekolah, karir politik, proses perumusan
Undang Undang Dasar dan lambang negara, hingga hari wafatnya. Dalam buku ini
juga diulas terkait dengan karir organisasi Moh. Yamin. Sebermula dari keaktifan
dalam berorganisasi, Moh. Yamin akhirnya menjadi salah satu tokoh penting dalam
Kongres Pemuda I dan II Tahun 1928. Bahkan dalam Kongres Pemuda II, beliau
adalah satu tokoh penting yang menelurkan butir-butir ikrar Sumpah Pemuda.
Kemudian buku ketiga yang
bisa dibaca oleh pemuda yaitu buku yang berjudul 90 Tahun Prof. Mr. Sunario:
Manusia Langka Indonesia" karya Sagimun M.D. Buku tersebut mengulas
mengenai kehidupan Sunario, keterlibatan dalam perjuangan merintis kemerdekaan
Indonesia termasuk keterlibatan dalam Kongres Pemuda II Tahun 1928, dan
keterlibatan dalam mengisi kemerdekaan Indonesia. Sunario merupakan tokoh
penting yang terlibat dalam Kongres Pemuda II Tahun 1928 di Jakarta.
Keterlibatan Sunario dalam Kongres Pemuda II sebagai penasihat panitia dan
pembicara dengan tajuk pidatonya yaitu "Pergerakan Pemuda dan Persatuan
Indonesia".
Seyogyanya
peringatan ke 90 peristiwa sumpah pemuda dapat dijadikan pelecut kesadaran
berbangsa. Penulis meyakini bahwa ketika pemuda sudah kokoh dalam dimensi rasa kebangsaan,
faham kebangsaan, dan semangat kebangsaan maka pemuda akan menjunjung tinggi semangat
persatuan sebagaimana pesan yang disampaikan oleh persitiwa Sumpah Pemuda 1928 yaitu satu nusa, satu
bangsa, satu bahasa kita. Indonesia itu indah dan akan lebih indah kalau kita
bersatu.
0 comments:
Posting Komentar